BIOGRAFI
KH. ABDUL KARIM NAWAWY

K.H. Abdul Karim Nawawi al-Bantani yang memiliki nama panggilan Kang Karim (nama panggilan yang dikenal dimasyarakat). Penamaan Nawawi al-Bantani merupakan Nisbat dari kakeknya kakek beliau yang bernama Syekh `Abdul Majid yang mana merupakan saudara dari Syekh `Umar ayah dari Sayyid Ulama al-Hijaz wa al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq wal A‘yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah wal Imam `Ulama al-Haramain Abu` Abdul Mu‘thi Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantany (singkatnya Syekh Nawawi al-Bantani).

Kang Karim lahir pada tanggal 02 Mei 1991 M atau bertepatan pada 16 syawal 1411 H. Kang karim adalah pendiri dan pimpinan pondok pesantren Miftahul Mahhabbah Annawawy, Yayasan  Miftahul Mahabbah Annawawy dan pendiri sekaligus guru besar Sanggar Putra Annawaa atau Perguruan Pencak Silat Gesina dan juga pembina dari beberapa masjid di kampung selang di antaranya Masjid Jami’ Maul Jannah An-Nawawiyyah Selang Cironggeng. Kang Karim adalah anak ke lima dari pasangan Al-marhum almaghfurlah ad-da`i ilallah Waliyullah K.H. Nawawi Jahari dan nyai Hj. Sopiyah Nawawi as-Subki

Al-marhum ayahnya yakni almaghfurlah Waliyullah Hadrotus Syeikh K.H. M. Nawawi Jahari adalah putra Waliyullah K.H. Djahari yang bmemiliki nama asal Mintar atau Sakman yang diganti oleh guru beliau di Mekkah menjadi Jahari. KH Nawawi merupakan putra dari istri pertama ( Hj. Darminah Binti Sanusi ). beliau dilahirkan di ceger pada tanggal 6 januari 1921 dan wafat tgl 2 januari 1998. tepatnya pada hari jum’at pukul 5 pagi dirumah sakit Cibitung Medika Wanasari. Sembilan tahun setelah istri pertama dari KH. Nawawi bernama ( Nyai Hj. Rogayah bt Syarah ) yang wafat tahun 1989. Nawawi merupakan pelanjut dari Hadrotusyeikh Waliyullah KH. M. Djahari Mintar ( 1973-1998 ), sekaligus sebagai Mursyid Thorikot Qodariyah wan  Naqsabandiyah. Beliau adalah Mursyid Thoriqoh ketiga dari Syeikh Asnawi Caringin, Labuan Pandeglang Banten.

Ada cerita menarik tentang kisah masa kecil kang karim. Pada saat kang karim berusia 6 tahun beliau sudah ditinggalkan oleh ayahnya. Kakanya KH. Nasrullah Nawawi mengatakan bahwa kang karim sudah aktif sejak kecil dan memiliki jiwa kesenian yang tinggi, beliau sering mengekpresikan apa yang dirasakannya, salah satunya dengan membuat syair lagu. Menurutnya kang karim memiliki kelebihan dalam menghafal.

Kang karim mengawali pendidikan formalnya di pondok pesantren An-nawawi Al Islamy, pada tahun 2003 melanjutkan mondok di pensantren khas Kempek Cirebon Jawa Barat. Sampai tahun 2005 kang karim dipindahkan lagi dan melanjutkan mondok di pondok pesantren Al-Furqon Kudus. Pada tahun 2006 kang karim diajak oleh kakanya K.H. Nasrullah untuk mondok bersama di Al Busayyith Pare Kediri dengan alasan agar kang karim ada yang menjaga, selain itu juga untuk persiapan modok di Rubath Tarim yaman. Di tahun 2007 beliau melanjutkan pendidikan di Rubath Tarim Al-Ghonna Jakarta cabang yaman, sebelum akhirnya beliau di berangkatkan ke Rubath Tarim Hadromaut Yaman pada tahun 2008  sampai dengan 2013. Namun sebelum itu beliau diajak oleh kakanya untuk bertemu dengan salah satu ulama yaitu Habib Umar bin Ahmad Al-Athos.

Dalam pertemuannya Habib Umar bin Ahmad Al-Athos menyampaikan bahwa :

“Abdul Karim ini nantinya akan menjadi ulama besar di cibitung dengan kecintaan nya terhadapat kesenian yang akan menjadi media dakwahnya”

Konon cerita itu adalah kilas balik dari keberhasilan K.H. Abdul Karim Nawawi menjadi orang besar di masyarakat dan menjadikan pribadi yang berpikir kedepan, dan diyakini sebagai pertanda bahwa beliau akan menjadi orang yang berpengaruh besar di dalam masyarakat. Itu semua tidak lepas dari kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT.

PENDIDIKAN
KH. ABDUL KARIM NAWAWY

Pendidikan dan bimbingan agama beliau dapatkan langsung dari ayahnya dalam lingkungan keluarga yang religius yaitu pesantren annawawy al-islamy. Sebagaimana umumnya anak-anak yang lain, beliau belajar membaca al-Qur‘an pada ayahnya selepas shalat bersama dengan kakak-kakaknya, disamping itu bersekolah di TPQ Darus salam sebagai Pendidikan agama tingkat dasar.

Ketika usianya 12 tahun kang karim mulai mengawali pendidikan di pondok pesantren pertamanya di ponpes khas kempek Cirebon Sampai tahun 2005 kang karim dipindahkan lagi dan melanjutkan pendidikannya di pondok pesantren Al Furqon Kudus. Pada tahun 2006 diajak kakanya untuk kursus Bahasa arab bersama di Al Busayyith Pare Kediri, selain itu juga untuk persiapan pendidikan ke Rubath Tarim yaman. Pada masa itu kang karim sangat giat mempelajari ilmu-ilmu kesusastraan Bahasa arab dan sastranya, akan tetapi cara belajarnya Sebagian besar dengan kekuatan muthala‘ah dan membaca sendiri.

Perkembangan pengetahuan yang diperoleh oleh kang karim selelau menjadi perhatian ibu dan kakak-kakaknya. Ketika kang karim dipandang sudah cukup dalam menguasai ilmu-ilmu agama diberbagai pesantren. Pada tahun 2007 diusia yang menginjak 17 tahun beliau melanjutkan pendidikan di Rubath Tarim Al Ghonna Jakarta cabang yaman, sebelum akhirnya beliau di berangkatkan ke Rubath Tarim Hadromaut Yaman pada tahun 2008 sampai dengan 2013. Pergaulan dengan bermacam-macam Bahasa islam yang sama ke Yaman untuk kepentingan ibadah dan menuntut ilmu pengetahuan agama, membuat kang karim luas cara berfikirnya dan tidak sombong dalam menghadapi suatu persoalan.

Setelah kurang lebih 5 tahun di Yaman, kang karim Kembali ke Indonesia. Selain sebagai seorang Ulama, beliau staf pengajar di pondok pesantren al-ajhariyah annawawy. Kang karim mulai merintis program dakwahnya dengan membuka majlis ta‘alim Darul Faqih bagi remaja sekitar kampung selang, mengisi berbagai kajian ceramah di masjid juga majlis ta‘lim ibu-ibu dan bapak-bapak dari satu majlis ta‘lim ke majlis ta‘lim lainnya, disamping itu kang karim juga fokus menggeluti seni bela diri pencak silat yang dijadikan nya sebagai media untuk berdakwah, sampai tahun 2023 perguruan pencak silat yang beliau dirikan sudah menjadi pusat 70 perhatian bagi masyarakat setempat, banyak masyarakat yang menganggap bahwa kepulangan kang karim telah membawa perubahan bagi peradaban remaja saat ini di lingkungannya.

Selanjutnya kang karim mengakhiri masa lajangnya pada usia 25 tahun dengan menikahi Eka Nurjannah binti Ust. H. Nadi Supiyadi. Dari perkawinan ini sekarang kang karim dikaruniai 3 orang anak, 2 putra dan 1 putri. Masing-masing adalah Shofa Shofiah Abdul karim, MUhammad Ja‘far Abdul Karim, Hamzah Asadullah Abdul Karim. Dengan demikian, Pendidikan kang karim diperoleh dari ayahnya, ibunya, dan kakaknya secara informal dan secara formal dari beberapa kyai di berbagai pesantren yang pernah di tempatinya.